Soal 1 : Perkara apa yang seyogyanya dikerjakan dan wajib bagi seorang yang menjalankan puasa Ramadhan ?
Jawab : Seyogyanya bagi seorang yang menjalankan puasa Ramadhan untuk memperbanyak amalan ketaatan dan menjauhi seluruh perkara yang dilarang. Wajib baginya memelihara perkara-perkara yang diwajibkan dan menjauhkan dirinya dari perkara yang diharamkan. Menjalankan sholat lima waktu tepat pada waktunya dengan berjamaah bersama kaum muslimin di masjid. Meninggalkan kedustaan, ghibah, penipuan dan amal riba serta seluruh perkataan dan perbuatan yang diharamkan. (Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin).
Soal 2 : Apa hukum bagi seorang yang menjalankan puasa Ramadhan akan tetapi dia tidur di sepanjang siang ? Seseorang yang tidur dan bangun hanya untuk menjalankan perkara yang difardlukan kemudian tidur kembali ?
Jawab: Ada dua keadaan dalam soal ini :
1. Seseorang yang tidur di sepanjang siang pada bulan Ramadhan dalam keadaan dia berpuasa, yang demikian tidak diragukan lagi bahwa dia telah berbuat kejahatan pada dirinya sendiri dan berbuat maksiat kepada Alloh dengan meninggalkan sholat tepat pada waktunya. Apabila dia termasuk ahlul jamaah (orang yang diwajibkan untuk menjalankan sholat berjamaah dimasjid) maka dirinya telah meninggalkan jamaah dan itu adalah haram. Wajib baginya bertaubat kepada Alloh dan menjalankan sholat lima waktu tepat pada waktunya dengan berjamaah di masjid.
2. Seseorang yang tidur pada bulan Ramadhan dan bangun hanya untuk menjalankan sholat yang difardlukan tepat pada waktunya dengan berjamaah, yang demikian tidak berdosa akan tetapi dia telah terluput dari amal kebaikan yang banyak. Seyogyanya orang yang berpuasa menyibukkan dirinya dengan sholat, dzikir, doa dan membaca Al-Quran sehingga terkumpul dalam puasanya ibadah-ibadah yang lainnya. Sesungguhnya orang yang berpuasa apabila dia mengembalikan dirinya untuk mengerjakan dan memelihara amalan ibadah maka amal-amal ibadah tersebut akan mudah dia jalankan. Sebaliknya apabila dia mengembalikan dirinya dalam kemalasan, kelemahan dan keadaan yang sulit maka akan mendapatkan dirinya dalam keadaan sulit dan malas untuk menjalankan amalan ibadah. Saya nasehatkan agar memelihara amalan ibadah pada bulan Ramadhan, pasti Alloh akan memudahkan amalan kita.
(Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin).
Soal 3 : Seseorang yang bekerja sebagai sopir angkutan luar kota pada bulan Ramadhan, apakah dia dihukumi sebagai seorang yang bersafar (bepergian) ? Dan bagaimana dengan amalannya?
Jawab : Na’am, dia dihukumi sebagai seorang yang bersafar (bepergian). Berlaku baginya hukum sholat Qoshor, jama’ dan berbuka puasa. Apabila dikatakan: “Kapan mereka berpuasa dan beramal secara rutin?”
Kami katakan : “Mereka berpuasa pada hari-hari yang mudah untuk men-jalankannya”. Adapun sopir dalam kota tidak berlaku atasnya hukum safar dan wajib untuk menjalankan puasa. (Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin)
Soal 4 : Rosululloh bersabda (yang artinya): “Sahurlah kalian, karena sesungguhnya di dalam amalan sahur itu terdapat barokah”, apa yang dimaksud dengan barokah sahur ?
Jawab : Yang dimaksud dengan barokah sahur adalah:
a. Barokah syar’iyyah, yaitu mendapat-kan barokah dengan mencontoh dan mengikuti Rosululloh.
b. Barokah badaniyyah, yaitu mendapatkan barokah kekuatan badan disaat kita menjalankan puasa pada siang hari.
(Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin)
Soal 5 : Berlebih-lebihan dalam mempersiapkan makanan untuk berbuka puasa, apakah bisa mengurangi pahala puasa?
Jawab : Tidak mengurangi pahala puasa seseorang. Perbuatan haram semacam ini apabila dikerjakan seseorang setelah selesai menjalankan puasa, tidak akan mengurangi pahala puasanya. Akan tetapi termasuk perbuatan haram yang dikatakan oleh Alloh dalam Al-Qur’an (yang artinya):
“Makan dan minumlah kalian dan janganlah kalian berlebih-lebihan (melampau batas). Sesungguhnya Alloh tidak mencintai orang-orang yang berlebih-lebihan” (Q.S. Al-A’raf: 31).
Berlebih-lebihan (melampau batas) adalah perkara yang dilarang. Apabila kalian mempunyai keutamaan dan kelebihan rizki maka infaqkanlah, karena yang demikian lebih utama. (Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin)
Soal 6 : Sebagian pemuda yang mudah-mudahan mereka diberi petunjuk oleh Alloh, mereka malas menjalankan sholat pada bulan Romadlon dan amalan lainnya. Akan tetapi mereka memelihara dan menjalankan puasa Romadlon meskipun mereka menahan lapar dan dahaga. Apa nasehat Syaikh kepada mereka dan bagaimana hukum puasa yang mereka jalankan ?
Jawab : Aku nasehatkan kepada mereka untuk memikirkan keadaannya dan memperhatikan bahwa sesungguhnya sholat termasuk rukun Islam yang paling tinggi kedudukannya setelah syahadatain. Apabila mereka mening-galkan sholat karena meremehkan dan malas menjalankannya, maka pendapat yang kuat dan rajih berdasarkan dalil-dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah dari perbedaan para ulama’ , mereka dihukumi telah keluar dari agama Islam (kafir) dan telah murtad. Meninggalkan sholat bukan suatu perkara yang remeh, orang yang telah kafir dan murtad tidak akan diterima puasa, shodaqoh dan amalan-amalan yang lainnya. Dalilnya adalah firman Alloh (yang artinya):
“Dan tidak ada yang menghalangi mereka untuk diterima dari mereka nafkah-nafkahnya melainkan karena mereka kafir kepada Alloh dan Rosul-Nya dan mereka tidak mengerjakan sholat, melainkan dengan malas dan tidak (pula) menafkahkan (harta) mereka, melainkan dengan rasa enggan” (Q.S. At-Taubah : 54).
Dalam ayat ini Alloh menerangkan bahwa nafkah-nafkah mereka yang memberikan manfa’at kepada sesama tertolak dan tidak diterima karena disebabkan kekafiran mereka. Mereka yang menjalankan puasa tetapi tidak melaksanakan sholat, maka puasanya tertolak dan tidak diterima selama kita mengikuti pendapat yang kuat berdasarkan dalil-dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah yang menghukumi mereka telah kafir dan murtad. Saya nasehatkan kepada mereka agar bertaqwa kepada Alloh dan memelihara sholat tepat pada waktunya dengan berjama’ah bersama kaum muslimin.
Saya memberi jaminan kepada mereka dengan kekuatan dari Alloh, apabila mereka menjalankan yang demikian, pasti mereka akan mendapatkan dirinya dalam keadaan kuat azamnya untuk beramal dibulan Romadlon dan diluar bulan Romadlon, demikian juga dalam memelihara sholat tepat pada waktunya dengan berjama’ah bersama kaum muslimin. Karena sesungguhnya orang yang kembali kepada Alloh dengan taubat Nashuha (taubat yang benar dengan menjalankan syarat-syaratnya), dia akan mendapatkan dirinya lebih baik dari keadaan sebelumnya. Hal ini sebagaimana yang disebutkan oleh Alloh di dalam Al-Qur’an tentang keadaan Nabi Adam setelah melanggar perintah Alloh untuk tidak memakan salah satu tanaman di surga. Alloh berfirman (yang artinya) :”Kemudian Robbnya memilihnya (mensucikannya untuk kenabian dan dekat dekat dengan-Nya), maka Dia menerima taubatnya dan memberinya petunjuk” (Q.S. Thoha : 122).
(Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin)
Soal 7 : Apabila seorang yang berpuasa bermimpi mengeluarkan air mani pada waktu siang di bulan Romadlon apakah membatalkan puasa ? Dan apakah wajib baginya untuk menyegerakan mandi janabah ?
Jawab : Tidak membatalkan puasa karena bukan dari kehendak dan kemauannya, dan wajib baginya untuk mandi janabah. Misalnya, kalau ada seseorang bermimpi mengeluarkan air mani pada waktu setelah sholat fajar/subuh dan menunda mandi janabah sampai masuk waktu sholat dhuhur, maka yang demikian tidak apa-apa. Seorang suami/istri yang berjima’ pada malam bulan Romadlon dan menunda mandi janabahnya sampai masuk waktu fajar/subuh, yang demikian tidak apa-apa. Karena sesungguhnya Rosululloh pernah berjima’ dengan istrinya pada malam hari dan masih dalam keadaan junub di waktu subuh, kemudian beliau mandi janabah dan menjalankan puasa. Demikian juga wanita yang haid dan nifas, apabila keduanya suci/bersih pada waktu malam (setelah habis waktu sholat isya’) maka boleh baginya menunda mandi janabah sampai waktu shubuh kemudian berpuasa. Tetapi tidak boleh bagi keduanya menunda mandi janabah atau sholat sampai terbitnya matahari.
Wajib baginya bersegera mandi janabah setelah masuk waktu subuh dan menjalankan sholat tepat pada waktunya.
(Fadhilatu As Syaikh ‘Abdul Aziz bin ‘Abdillah bin Bazz Rahimahullah).
Soal 8 : Apa hukumnya suntik pada siang bulan Romadlon bagi orang yang menjalankan puasa ?
Jawab :
Berobat dengan suntik bagi orang yang menjalankan puasa ada dua macam :
1. Suntik yang di dalamnya terdapat zat pengganti kekuatan badan, makan dan minum maka batal puasanya karena sesungguhnya nash-nash syar’i menjelaskan apabila didapatkan makna yang demikian (keadaan suntik yang didalamnya terdapat zat pengganti kekuatan badan, makan dan minum), maka hukum puasanya batal.
2. Suntik yang di dalamnya tidak terdapat zat pengganti kekuatan badan, makan dan minum maka sah puasanya karena tidak ada makna yang dimaksud secara syar’i. Maka sah puasanya sampai didapatkan perkara-perkara yang bisa menyebabkan rusak/batalnya puasa dengan sebab perbuatannya tersebut secara syar’i. (Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin).
Soal 9 : Apa hukumnya orang yang membasahi kepala dan badannya dengan air atau duduk di tempat khusus yang bisa menyegarkan badan pada saat puasa bulan Romadlon ?
Jawab : Yang demikian boleh dan tidak membatalkan puasa. Sungguh Rosululloh membasahi kepalanya dengan air karena disebabkan keadaan yang panas atau haus dalam keadaan beliau berpuasa. Demikian juga shohabat Abdulloh bin Umar membasahi bajunya dengan air untuk meringankan puasanya karena disebabkan keadaan yang panas atau haus. Kesegaran yang didapat dalam keadaan yang demikian tidak berpengaruh atas puasa seseorang.
(Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin).
Soal 10 : Apa hukumnya membaca doa qunut dalam sholat witir di malam bulan Romadlon ? Apakah boleh ditinggalkan?
Jawab : Hukum membaca doa qunut dalam sholat witir di malam bulan Romadlon adalah sunnah, apabila terkadang ditinggalkan hukumnya adalah boleh.
(Fadhilatu As Syaikh ‘Abdul Aziz bin ‘Abdillah bin Bazz Rahimahullah)
Soal 11 : Seorang suami mencumbu istrinya di siang hari bulan Romadlon, apakah merusakkan puasanya?
Jawab : Seorang suami yang mencumbu istrinya di siang hari bulan Romadlon baik dengan tangan, wajah, ciuman dan kemaluannya (selama bukan jima’,ed) apabila mengeluarkan air mani, maka batal puasanya. Apabila tidak mengeluarkan air mani maka tidak batal puasanya. Sebagian para ulama mengatakan: “Hukumnya makruh apabila tidak sampai mengeluarkan air mani, apabila sampai mengeluarkan mani maka haram”.
Sebagian para ulama yang lainnya mengatakan: “Hukumnya mubah (boleh) apabila tidak sampai mengeluarkan air mani, hal ini berdasarkan hadits yang menyebutkan bahwa Nabi : “Beliau mencumbu (istrinya) dalam keadaan berpuasa dan beliau mencium (istrinya) dalam keadaan berpuasa”. (HR. Bukhori no.1927, Muslim no.1106 dari ‘Aisyah)
Adapun apabila mencumbu istrinya kemudian mengeluarkan air madzi, sebagian para ulama mengatakan batal puasanya, tetapi tidak ada dalil bagi mereka. Yang shohih dan benar, apabila seseorang mencumbu istrinya kemudian mengeluarkan air madzi maka syah dan tidak batal puasanya. Ini adalah madzhab yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah. Puasa adalah ibadah syar’iyyah, tidak boleh seseorang mangatakan batal kecuali harus dengan dalil.
(Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin)
Soal 12 : Apabila seorang suami memaksa istrinya untuk berjima’ pada siang hari di bulan Romadlon dalam keadaan keduanya menjalankan puasa dan keduanya tidak mampu untuk memerdekakan budak atau menjalankan puasa denda 2 bulan berturut-turut karena kesibukannya dalam mencari nafkah, apakah cukup baginya memberi makan pada Si miskin ? Berapa kadar/jumlahnya
Jawab :
Apabila seorang suami memaksa istrinya untuk berjima’ pada siang hari di bulan Romadlon dalam keadaan keduanya menjalankan puasa maka puasa seorang istri tersebut sah dan tidak diwajibkan atasnya membayar kaffaroh/denda.
Sedangkan suaminya, wajib baginya mengqodlo’ puasanya dan membayar kaffaroh/denda apabila terjadi hal yang demikian. Kaffaroh/dendanya yaitu memerdekakan budak, apabila tidak ada maka wajib menjalankan puasa 2 bulan berturut-turut, apabila tidak mampu maka memberi makan kepada 60 orang miskin berdasarkan hadits Abu Hurairah t yang dikeluarkan oleh Bukhari dan Muslim.
(Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin).
Soal 13 : Seorang perempuan dalam keadaan tua dan telah mengalami pikun (hilang akalnya). Kemudian dia meninggal dan mempunyai hutang dua kali Romadlon, dalam keadaan dia tidak mengetahui Romadlon dari orang lain disebabkan karena pikunnya tersebut. Apakah diwajibkan bagi anaknya untuk membayar fidyah atau berpuasa yang ditujukan kepadanya?
Jawab :
Dia (perempuan tersebut) termasuk golongan orang-orang yang tidak berkewajiban untuk menjalankan ibadah apapun. Sebagaimana sabda Rosululloh (yang artinya): “Diangkat Al-Qolam atau pena (tidak berkewajiban menjalankan ibadah) dari tiga golongan, yaitu: orang gila sampai dia sadar, anak kecil sampai dia baligh dan orang yang tidur sampai dia bangun”. Dari hadits ini maka perempuan tersebut termasuk golongan orang-orang yang tidak berkewajiban untuk menjalankan ibadah apapun. (Asy Syaikh Muqbil bin Hadi Al Wadi’i)
Sumber :
http://www.darussalaf.or.id
diambil dari http://salafypomalaa.wordpress.com/2008/08/30/fatwa-ulama-seputar-puasa-ramadhan/
____________________________________________________________________________________
***sumber dari: www.panggilakuabubakar.blogspot.com